Rabu, 03 Maret 2010

Tanggapi Secara Bijak Isu Reshuffle

Koalisi parpol yang mendukung SBY-Boediono kini menghadapi isu reshuffle yang kian marak dihembuskan. Isu ini berkembang didasari kekecewaan partai Demokrat atas sikap parpol koalisi bersikap pada kasus Century.
Reshuffle memang sepenuhnya merupakan hak prerogatif presiden. Dan tentu partai harus menerima keputusan yang ditetapkan presiden. Sudah seharusnya presiden tahu kebijakan apa yang patut diambil saat kondisi seperti ini.
Walau demikian, SBY pernah menyebutkan bahwa pemerintahan sekarang sudah 90 persen dianggap sukses. Jika memang sudah dianggap sukses, mengapa perlu ada reshuffle? Sedangkan perombakan kabinet dilakukan kalau anggotanya tidak menunjukan kinerja yang bagus. Jika memang reshuffle akan dilakukan tentu berdampak pada kinerja dan stabilitas nasional. Isu reshuffle ini malah akan semakin memanaskan suhu politik tanah air. Perang kepentingan dalam koalisi bisa menimbulkan perpecahan.
Para parpol yang berkoalisi tentu sudah paham konsekuensi yang dihadapi. Pengusutan kasus Century ini ditujukan bagi kemaslahatan rakyat. Memperjuangkan hak rakyat mengetahui untuk apa pemerintah mengalirkan dana pada sebuah bank yang saat itu kolaps padahal tidak berdampak pada sistemik ekonomi negera. Parpol harus siap meski digertak dengan perombakan oleh presiden pada kabinet.
Isu perombakan paling besar ditujukan pada tiga partai koalisi. Yaitu Golkar, PKB, dan PPP. Jika mereka tetap kompak dalam payung yang sama, maka kasus Century yang mendapatkan kucuran dana talangan dari BI ini dianggap tidak masalah.
Sebaliknya, jika partai partai tersebut berbalik bergabung dengan partai oposisi, PDIP, Hanura, dan Gerindra, maka seperti yang diharapkan banyak pihak “kotak pandora” dari kasus Century akan terbuka dan menunjukan siapa sebenarnya yang pantas bertanggung jawab.
Perombakan kabinet bisa diasumsikan sebegai suatu ancaman yang akan berakhir dengan pemecatan kader atau menjadi salah satu jalan parpol untuk menambah jatah kursi di kabinet. Cara ini bisa menjadi bargaining penting pemerintah untuk mengembalikan haluan Golkar, PKB, dan PPP yang terlanjur kritis.
Padahal, Demokrat dengan PKS-Golkar sepertinya mempunyai perbedaan definisi atas koalisi yang dijalin. Demokrat sudah mengungkapkan dari awal, bahwa pembentukan koalisi didasari untuk saling mendukung pemerintahan SBY-Boediono. Sedangkan PKS-Golkar adalah mendukung SBY saja dan tidak terkait dengan partai Demokrat. Hal ini diharapkan dapat membuat anggota kedua partai dalam pansus tersebut mengusut kasus Century tanpa terikat dengan koalisi sebelumnya.
Jangan sampai reshuffle dibuat karena tekanan atau intervensi dari pihak parlemen atau partai politik. Alih alih membawa kebaikan, yang dikhawatirkan adalah permintaan untuk reshuffle bisa terjadi dan berulang lagi. Hal ini bisa menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
Menyikapi hal ini, parpol sebaiknya mengambil sikap untuk lebih bijaksana dan tidak mudah terpancing menyikapi isu reshuffle. Pernyataan tajam dan berlebih yang dikeluarkan oleh parpol perlu dihindari. Hal ini guna menjaga citra parpol itu sendiri di mata masyarakat.
Jika parpol menjadi cenderung ofensif, statement yang dikeluarkan juga akan menjadi tak terkontrol. Cenderung melebih-lebihkan dan terkesan terlampau khawatir. Dengan adanya isu ini, parpol akan menjadi sorotan khalayak. Jangan sampai citra parpol malah menjadi terkesan gila kekuasaan yang malah merugikan. Parpol perlu bersikap lebih “kalem” dan menunggu keputusan yang dikeluarkan presiden.
Tidak ada salahnya menanggapi isu tersebut dengan kepala dingin. Bagi kader yang masih menjabat sebaiknya terus berusaha melakukan tugasnya semaksimal mungkin. Meningkatkan kinerja tanpa mengubris berlebihan isu yang belum jelas.
Jika memang nanti benar akan dilakukan reshuffle kabinet, tak boleh lagi ada keraguan dari pihak presiden. Pembentukan harus didasarkan pada kualitas dan keahlian. Memasukan orang orang yang lebih berkualitas. Tak perlu lagi ada pertimbangan politik dari partai yang akan mendukungnya. Jika hal ini terlaksana dengan baik, legitimasi presiden akan kembali baik di mata rakyat Indonesia. Karena legitimasinya diperoleh dari rakyat, bukan dari parpol pendukung.
Amanat yang ada seiring terpilihnya lagi SBY sebagai presiden, perlu dijalankan dengan memihak kepentingan rakyat. Jika memang reshuffle menjadi sebuah kebutuhan, lakukanlah dengan diiringi rasa tanggung jawab sepenuhnya. Memberi keputusan pasti dan memegang komitmen bersama.

>>sekedar renungan bersama :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar